Di dunia yang menuntut kecepatan dan respons instan, multitasking sudah menjadi kebiasaan sehari-hari—dari membalas pesan sambil rapat, hingga berganti tab saat menyelesaikan laporan. Tapi bagaimana sebenarnya cara otak kita bekerja saat melakukan banyak hal sekaligus?
Otak Kita Tidak Didesain untuk "Benar-Benar" Multitasking
Meski terasa seperti kita mengerjakan dua hal dalam waktu bersamaan, otak sebenarnya tidak memproses dua tugas kompleks secara paralel. Yang terjadi adalah pindah fokus dengan cepat (task-switching). Menurut penelitian dari American Psychological Association, setiap kali kita berganti tugas, otak butuh waktu tambahan untuk menyesuaikan diri. Waktu ini mungkin hanya beberapa detik, tapi jika dikalikan sepanjang hari, jumlahnya signifikan.
Bukan berarti semua multitasking buruk. Mendengarkan musik sambil mencuci piring, misalnya, bukan beban kognitif besar. Tapi saat kita menggabungkan dua pekerjaan yang sama-sama menuntut perhatian, itulah saat otak mulai kewalahan.
Beban Tersembunyi dari Pindah Fokus Terlalu Sering
Setiap kali berpindah tugas, otak menggunakan energi tambahan. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan:
- Kelelahan mental lebih cepat, karena otak terus "menyalakan ulang" fokusnya.
- Menurunnya akurasi kerja, terutama saat harus mengingat detail atau menyusun logika.
- Waktu kerja yang lebih panjang, meski terasa sibuk, karena sering kehilangan alur.
Studi dari University of California menyebutkan bahwa seseorang butuh rata-rata 23 menit untuk kembali ke fokus penuh setelah terdistraksi.
Kapan Multitasking Jadi Masalah?
Tidak semua multitasking menciptakan masalah. Tapi tanda-tanda berikut bisa menjadi sinyal bahwa tubuh dan pikiran sedang butuh jeda:
- Pekerjaan kecil menumpuk tanpa selesai
- Sulit mengingat apa yang baru saja dilakukan
- Merasa lelah padahal belum mengerjakan hal besar
- Muncul keinginan konstan untuk mengecek ponsel atau ganti aktivitas
Jika ini terasa akrab, mungkin yang dibutuhkan bukan tambahan waktu atau tenaga—tapi pendekatan kerja yang lebih ramah untuk otak.
Cara Bekerja yang Lebih Bersahabat dengan Otak
Alih-alih menghindari multitasking sepenuhnya, kita bisa menyesuaikan cara kerja agar lebih sejalan dengan kemampuan alami otak:
- Buat sesi kerja fokus singkat, misalnya 25 menit untuk satu tugas tanpa gangguan.
- Kelompokkan aktivitas sejenis (batching), seperti menjawab semua email sekaligus, daripada bolak-balik.
- Berikan jeda nyata antar tugas, walau hanya beberapa menit untuk berjalan atau minum air.
- Minimalkan notifikasi dan gangguan eksternal saat mengerjakan pekerjaan kognitif tinggi.
Dukungan Tambahan untuk Menjaga Fokus
Menjaga kejernihan mental tidak hanya soal strategi kerja, tapi juga kondisi tubuh secara keseluruhan. Beberapa orang merasakan manfaat dari minuman berbasis kakao seperti Super Powder Mental Clarity, yang menggabungkan bahan-bahan alami untuk mendukung fokus dan mood stabil—terutama saat harus kembali ke rutinitas yang padat.
Tidak dimaksudkan sebagai solusi instan, tapi bisa jadi pendamping yang membantu menjaga ritme fokus di tengah hari yang penuh gangguan.
Penutup: Menyadari Batasan, Menghargai Ritme
Multitasking bukan musuh—tapi bukan juga jalan pintas untuk produktivitas. Otak kita punya batas, dan mengenali batas itu adalah langkah pertama untuk bekerja lebih jernih, lebih sehat, dan lebih berkelanjutan.
Kadang, produktivitas terbaik lahir bukan dari kecepatan, tapi dari perhatian penuh pada satu hal. Dan dari sana, hasil kerja pun menjadi lebih bermakna.
0 comments